27 September 2010

Emotion is Greatly Influence to Learning Performance

Posted by Rendra Asmoro S. W. | 27 September 2010 | Category: |


Kadang saya suka merasa aneh, pada suatu waktu saya sulit sekali memahami apa yang saya baca… diulang lagi terus menerus pun malah membuat saya makin pusing. Pada saat itu bukan materinya yang berat, tapi entah pada saat itu konsentrasi saya seperti pada titik terendah, sehingga materi yang sebenarnya mudah menjadi tidak dapat ditangkap, karena entah pikiran saya terbang kemana. Pada suatu waktu yang agak rileks saya coba mencari apa sebenarnya yang menyebabkan hal tersebut, sampai pada suatu titik saya menyadari sesuatu yang memang tidak terlihat, Emosi!

Emosi yang saya sebutkan disini artinya sangat luas, bukan hanya berarti marah tetapi segala perasaan yang sedang dialami oleh kita, baik emosi yang ‘ringan’ atau yang ‘berat’. Emosi bisa berupa bosan, malas, marah, mellow, marah, suntuk, stress, antusias, bersemangat dsbnya. Selain itu ada juga emosi-emosi yang sifatnya lebih ‘abstrak’, seperti rasa inferior, guilty, messy, inconvenience, little anger, jealous dll yang secara tidak sadar mempengaruhi kualitas konsentrasi kita. Tapi jangan anggap emosi efeknya negatif, bisa juga positif terhadap kualitas konsentrasi kita tergantung jenis emosinya.

Coba bayangkan anda belajar pada saat dikejar deadline, atau berpikir pada saat sedang bosan dan jenuh! Contoh itu mungkin terlalu eksplisit, saya akan coba menarik kepada analogi yang lebih ‘mild’. Pada satu waktu yang bersamaan anda memiliki beberapa agenda atau permasalahan, setiap permasalahan meminta untuk diselesaikan secepatnya, bukannya kita jadi fokus pada satu permasalahan, dibenak kita malah muncul emosi (yang saya tidak tau menyebutnya apa yang membuat kita tidak tenang) sehingga membuyarkan konsentrasi akan pekerjaan-pekerjaan yang sedang kita coba atasi. Tapi yang menarik adalah pada satu kasus yang sama respon dari setiap orang bisa berbeda-beda, dan respon emosinya pun berbeda-beda, anda tahu kenapa? Karena setiap orang memiliki mindset yang berbeda-beda atas suatu permasalahan. Mindset itu lah yang men’drive’ emosi apa yang akan keluar.

Pada suatu ketika pernah di lab saya kebingungan mengerjakan task dan waktu tinggal sebentar lagi, saya jadi agak panik… coba berpikir tapi tetap gak ngerti dan hanya bisa terpaku pada tugas didepan…kemudian teman saya mengatakan “udah jangan bingung, kerjain saja!”, suatu pernyataan yang gak masuk diakal, soalnya klo saya gak ngerti mana bisa saya kerjain, tapi anehnya pekerjaan itu selesai (saya bekerja tanpa berpikir) tapi dengan catatan saya tetap gak ngerti apa yang saya lakukan… walau kerjaan itu ‘tampak selesai’.

Tapi sayangnya jika kita berjalan secara spontan ‘behaviour emosi’ itu seperti sesuatu yang ‘built-in’ gak bisa diubah. Misal setiap kita menemui kasus seperti A emosi yang keluar pasti B, berapa kalipun bertemu dengan permasalahan tersebut. Oleh karena itu pada suatu titik dimana kita telah mengidentifikasi masalah ‘behaviour emosi’ itu, perlu ada suatu dobrakan solusi…misal jika setiap kita diminta tuk melakukan sesuatu biasanya setuju, pada satu waktu bisa kita bereksperimen dengan mengatakan ‘TIDAK’ dengan lantang, sikap itu memberikan feedback emosi yang drastis dari kebiasaan yang sebelumnya terjadi. Ada suatu waktu dimana kita meng-interrupt sifat spontan kita dan kita ganti respon tersebut dengan sesuatu yang berbeda, jika kita telah terjebak dengan ‘behaviour emosi’ tersebut.

Pada paragraf diatas saya hanya memaparkan to breaking the behavioural response tanpa tahu efek itu positif atau negatif. Satu hal yang lebih penting lagi adalah sebenarnya ubah yang namanya MINDSET!! Semua permasalahan sikap kita kuncinya ada di MINDSET itu, tetapi sebelumnya kita harus jeli mengidentifikasi diri sendiri apa sebenarnya yang salah dari MINDSET yang kita miliki ini…. Sun Tzu pernah bilang “Akan selalu menang orang yang mengetahui tentang dirinya dan orang lain, Bisa menang atau kalah jika hanya mengetahui tentang dirinya, dan akan selalu kalah jika tidak mengetahui tentang dirinya”. Mengetahui diri sendiri bukan berarti membatasi diri kita seperti apa yang dikatakan tes psikologi, tetapi lebih suatu alat agar kita bisa memperbaiki apa-apa yang telah menjadi kebiasaan jelek (respon spontan) diri kita dan MINDSET apa yang menyebabkan hal tersebut. Nah untuk mengubah MINDSET itu mustahil dari diri sendiri, harus ada input dari informasi luar disertai sifat keterbukaan dan kekritisan dari kita, dan mencoba untuk tidak memandang dari kacamata kuda.

Learning Perfomance -> Emotion <-> Mindset <-> Openness and Critical Thinking

Learning Performance -> Emotion -> Habit (Behavioural Response) -> Break the routines (find the root of problems)

:)