27 September 2010

Organizing Your life, Your Mind

Posted by Rendra Asmoro S. W. | 27 September 2010 | Category: |


Dalam dunia informasi dan profesionalisme seperti saat ini, beberapa orang dari kita merasakan overwhelming terhadap informasi atau overwhelming terhadap aktivitas (misal karena rutinitas kerja). Hal tersebut kadang-kadang membuat suatu perasaan uncovenience bagi tubuh dan juga pikiran. Saya dan juga beberapa teman saya kadang merasakan ‘kebingungan/stress’ tak beralasan pada suatu waktu, atau ketika mengerjakan subjek A kadang-kadang pikiran memikirkan B, C, dan seterusnya.

Hal ini diperparah biasanya dengan banyaknya subjek yang harus dipikirkan, atau jumlah role yang dimiliki seseorang. Misalnya pada satu waktu seseorang harus memikirkan masalah rumah tangga, kerja, dan juga organisasi. Keadaan tersebut bisa membuat seseorang tidak produktif, karena pikiran-pikiran tersebut seakan terus mengganggunya, ketika dia di kantor mengerjakan suatu pekerjaan, masalah-masalah rumah kadang terbawa dan juga sebaliknya. Hasilnya ketika dia dalam keadaan bingung tersebut justru tidak ada satupun masalah yang terselesaikan, hanya pikiran-pikiran stres yang tidak beralasan yang muncul. Padahal masalah itu butuh sebuah tindakan (penyikapan) bukan hanya dipikirkan.

Saya setuju dengan satu statement pada Quantum Learning yang ditulis oleh bobbi Deporter dan Mike Hernacki. Ada satu statement yang menyatakan bahwa tubuh mempengaruhi pikiran dan juga sebaliknya pikiran mempengaruhi tubuh. Pada buku itu dijelaskan bahwa ketika posisi tubuh kita negatif , misalnya coba anda tundukkan kepala anda (seperti orang sakit kepala), kernyitkan dahi anda, terus pasang ekspresi cemberut pada muka, dan cobalah berpikir positif! Ternyata tidak bisa. Sehingga dibuku itu menyimpulkan bahwa ketika belajar ambillah posisi tubuh yang nyaman. Juga sebaliknya ketika pikiran kita negatif, maka cenderung sikap-sikap tubuh kita pun negatif, misal ketika anda marah (emosi, kesal, dll) coba anda tersenyum……pasti gak bisa (klo bisa juga paling senyum imitasi), ketika anda senyum otomatis emosi anda positif. Terus hubungannya dengan permasalahan diatas apa?

Nah ternyata setelah saya coba dikit aja..(belum terbiasa), ketika kita memaksakan tubuh kita untuk teratur dan terorganisir, maka otomatis pikiran kita juga lebih terorganisir dan meminimalisir potensi stres. Ketika pada satu hari kita dikedepankan pada berbagai rutinitas/masalah, maka jika dipagi hari itu kita mengatur jadwal aktivitas-aktivitas apa yang akan dikerjakan dengan timeline-timeline yang telah kita atur. Maka beban pikiran akan sedikit terkurangi, ketika kita menentukan jadwal, secara bawah sadar pikiran akan melupakan masalah2 yang tidak berhubungan pada jadwal tersebut. Sehingga ketika saya menentukan pada hari ini jam 9 saya akan mengerjakan A, kemudian setelahnya akan mengerjakan B, dan seterusnya…walaupun saya tidak dapat memenuhi jadwal yang telah ditentukan dengan tepat, tetapi pikiran menjadi lebih teratur dan tidak lagi lompat-lompat dibandingkan saya tidak menentukan lebih dulu aktivitas-aktivitas apa yang akan dikerjakan dalam sebuah jadwal.

Sama juga ketika kita sedang tidak ada jadwal (kosong), hal itupun terkadang dapat menimbulkan masalah jikalau kita tidak menentukan aktivitas-aktivitas apa yang akan dikerjakan pada hari itu. Selain biasanya jadi mondar-mandir gak jelas, atau malahan tidur seharian (padahal tubuh nggak butuh2 amat tidur), atau malah pusing karena bosan…nah pada saat itupun menentukan apa yang akan dilakukan dengan membuat jadwal menjadi efektif dan produktif serta membuat pikiran kita lebih sehat karena memiliki fokus. Jadi ketika kita membuat tubuh kita terorganisir, maka otomatis pikiran pun menjadi terorganisir. Ketika rutinitas kita kacau, tidak ada jadwal, maka ketika banyak masalah muncul, pikiran pun menjadi semrawut.

Tetapi kadang di era saat ini ada suatu pekerjaan yang sangat menyita pikiran cukup besar dan intens, sehingga kadang sulit untuk dilupakan ketika kita telah berada di rumah atau waktu untuk beristirahat. Malahan kadang karena tekanan-tekanan misal deadline, sangat penting, atau belum ketemu juga solusinya hal itu dapat mempengaruhi sampai ke tidur kita. Akhirnya besok kita bangun dengan kepala sakit dan masalah pun belum selesai. Pada situasi seperti ini kita seperti sedang berkendaraan tetapi remnya blong, ingin sekali ‘rehat’/berhenti sejenak, tetapi kok sepertinya kita tidak dapat mengendalikan pikiran sendiri.

Pada kondisi-kondisi seperti itu yang kita butuhkan adalah ‘break’ sejenak, karena berpikir pada kondisi stres seperti itu tidaklah ‘clear’ dan juga tidak sehat. Oleh karena itu waktu-waktu break seperti waktu shalat telah tiba, benar-benar bisa merefresh pikiran yang sudah kusut. Tentunya shalat yang khusyu, bukannya shalatnya yang justru jadi terganggu karena pikiran-pikiran yang ada. Kemudian ada juga cara lain yang biasanya saya gunakan, exercise sampai cape. Setelah berolahraga yang menguras tenaga, tubuh menjadi sangat lelah, kadang jadi malas ngapa-ngapain. Sesuai dengan teori diatas, ternyata ketika tubuh kita sangat lelah, pikiran pun jadi malas mikir apa-apa, yang ada adalah ingin istirahat. Biasanya setelah istirahat sejenak tersebut pikiran menjadi lebih ‘fresh’ dan mampu berpikir jernih kembali plus tubuh pun menjadi makin sehat.

Mendisiplinkan diri tuk membuat jadwal-jadwal emang agak susah (bagi saya), tetapi klo gak dipaksain dan aktivitas kita mengalir tanpa perencanaan biasanya mengarahkan kita ke ‘kekacauan’ pikiran yang berujung stress dan sesuai teori diatas (lagi) ketika pikiran kita tidak sehat, maka tubuh pun menjadi tidak sehat. So.. Organizing your life, your mind.

:)


Emotion is Greatly Influence to Learning Performance

Posted by Rendra Asmoro S. W. | | Category: |


Kadang saya suka merasa aneh, pada suatu waktu saya sulit sekali memahami apa yang saya baca… diulang lagi terus menerus pun malah membuat saya makin pusing. Pada saat itu bukan materinya yang berat, tapi entah pada saat itu konsentrasi saya seperti pada titik terendah, sehingga materi yang sebenarnya mudah menjadi tidak dapat ditangkap, karena entah pikiran saya terbang kemana. Pada suatu waktu yang agak rileks saya coba mencari apa sebenarnya yang menyebabkan hal tersebut, sampai pada suatu titik saya menyadari sesuatu yang memang tidak terlihat, Emosi!

Emosi yang saya sebutkan disini artinya sangat luas, bukan hanya berarti marah tetapi segala perasaan yang sedang dialami oleh kita, baik emosi yang ‘ringan’ atau yang ‘berat’. Emosi bisa berupa bosan, malas, marah, mellow, marah, suntuk, stress, antusias, bersemangat dsbnya. Selain itu ada juga emosi-emosi yang sifatnya lebih ‘abstrak’, seperti rasa inferior, guilty, messy, inconvenience, little anger, jealous dll yang secara tidak sadar mempengaruhi kualitas konsentrasi kita. Tapi jangan anggap emosi efeknya negatif, bisa juga positif terhadap kualitas konsentrasi kita tergantung jenis emosinya.

Coba bayangkan anda belajar pada saat dikejar deadline, atau berpikir pada saat sedang bosan dan jenuh! Contoh itu mungkin terlalu eksplisit, saya akan coba menarik kepada analogi yang lebih ‘mild’. Pada satu waktu yang bersamaan anda memiliki beberapa agenda atau permasalahan, setiap permasalahan meminta untuk diselesaikan secepatnya, bukannya kita jadi fokus pada satu permasalahan, dibenak kita malah muncul emosi (yang saya tidak tau menyebutnya apa yang membuat kita tidak tenang) sehingga membuyarkan konsentrasi akan pekerjaan-pekerjaan yang sedang kita coba atasi. Tapi yang menarik adalah pada satu kasus yang sama respon dari setiap orang bisa berbeda-beda, dan respon emosinya pun berbeda-beda, anda tahu kenapa? Karena setiap orang memiliki mindset yang berbeda-beda atas suatu permasalahan. Mindset itu lah yang men’drive’ emosi apa yang akan keluar.

Pada suatu ketika pernah di lab saya kebingungan mengerjakan task dan waktu tinggal sebentar lagi, saya jadi agak panik… coba berpikir tapi tetap gak ngerti dan hanya bisa terpaku pada tugas didepan…kemudian teman saya mengatakan “udah jangan bingung, kerjain saja!”, suatu pernyataan yang gak masuk diakal, soalnya klo saya gak ngerti mana bisa saya kerjain, tapi anehnya pekerjaan itu selesai (saya bekerja tanpa berpikir) tapi dengan catatan saya tetap gak ngerti apa yang saya lakukan… walau kerjaan itu ‘tampak selesai’.

Tapi sayangnya jika kita berjalan secara spontan ‘behaviour emosi’ itu seperti sesuatu yang ‘built-in’ gak bisa diubah. Misal setiap kita menemui kasus seperti A emosi yang keluar pasti B, berapa kalipun bertemu dengan permasalahan tersebut. Oleh karena itu pada suatu titik dimana kita telah mengidentifikasi masalah ‘behaviour emosi’ itu, perlu ada suatu dobrakan solusi…misal jika setiap kita diminta tuk melakukan sesuatu biasanya setuju, pada satu waktu bisa kita bereksperimen dengan mengatakan ‘TIDAK’ dengan lantang, sikap itu memberikan feedback emosi yang drastis dari kebiasaan yang sebelumnya terjadi. Ada suatu waktu dimana kita meng-interrupt sifat spontan kita dan kita ganti respon tersebut dengan sesuatu yang berbeda, jika kita telah terjebak dengan ‘behaviour emosi’ tersebut.

Pada paragraf diatas saya hanya memaparkan to breaking the behavioural response tanpa tahu efek itu positif atau negatif. Satu hal yang lebih penting lagi adalah sebenarnya ubah yang namanya MINDSET!! Semua permasalahan sikap kita kuncinya ada di MINDSET itu, tetapi sebelumnya kita harus jeli mengidentifikasi diri sendiri apa sebenarnya yang salah dari MINDSET yang kita miliki ini…. Sun Tzu pernah bilang “Akan selalu menang orang yang mengetahui tentang dirinya dan orang lain, Bisa menang atau kalah jika hanya mengetahui tentang dirinya, dan akan selalu kalah jika tidak mengetahui tentang dirinya”. Mengetahui diri sendiri bukan berarti membatasi diri kita seperti apa yang dikatakan tes psikologi, tetapi lebih suatu alat agar kita bisa memperbaiki apa-apa yang telah menjadi kebiasaan jelek (respon spontan) diri kita dan MINDSET apa yang menyebabkan hal tersebut. Nah untuk mengubah MINDSET itu mustahil dari diri sendiri, harus ada input dari informasi luar disertai sifat keterbukaan dan kekritisan dari kita, dan mencoba untuk tidak memandang dari kacamata kuda.

Learning Perfomance -> Emotion <-> Mindset <-> Openness and Critical Thinking

Learning Performance -> Emotion -> Habit (Behavioural Response) -> Break the routines (find the root of problems)

:)